Pertahanan Bahasa Al Qur’an melahirkan seni baca-tulis (qiraat dan kaligrafi) dan terapannya pada arsitektur dan seni rupa.Bahasa Al Qur’an bertahan selama 1500 tahun karena tidak boleh diterjemahkan ke lain bahasa. Seandainya boleh, maka SECARA GEOGRAFIS akan melahirkan beragam terjemahan bangsa-bangsa yang akan menjadi kendala persatuan dalam syiar Islam. Ajaran Islam sebagai “rahmatan lil alamin” telah terbukti luas penyebarannya ke berbagai bangsa di seluruh dunia. SECARA HISTORIS lokal saja dapat dibandingkan dengan loncatan perubahan bahasa Melayu selama 1500 tahun. Dari Melayu Kuno bertulisan Kawi (huruf Palawa) ke Melayu Klasik bertulisan Jawi (huruf Arab), ke Melayu Modern (huruf Latin), hingga Melayu Kontemporer yang igin menyatukan setelah menjadi bahasa kebangsaan Indonesia, Malaysia, Brunei dan Singapura. Lihatlah Pilipina yang kehilangan jejak Melayu-nya, karena penjajahan Spanyol dilanjutkan penjajahan kultural Amerika Serikat.
Dalam 1500 tahun terakhir telah terjadi 4 periode pertumbuhan bahasa Melayu yang luar biasa perbedaannya. Bagaimana Al Qur’an, seandainya boleh diterjemahkan.
Melayu Kuno (682 -1500). Tulisan asli Asia Tenggara di daun lontar sudah tak tersisa. Yang ada hanya peninggalan berhuruf Palawa, dibawa orang Tamil dari Asia Selatan. Terciptalah tulisan Melayu berhuruf Palawa, yang disebut tulisan Kawi. Meski Islam ke Indonesia pada abad ke-7, Melayu Kuno masih terpakai dalam tulisan Kawi, sehingga bercampur baur dengan kosa-kata Sansekerta. Ajaran Islam tidak cocok diungkapkan dalam tulisan tersebut, terutama untuk penyampaian kandungan Al Qur’an dan Hadis . Maka terciptalah tulisan bahasa Melayu berhuruf Arab, disebut tulisan Jawi.
Melayu Klasik (1500-c1850 ), adalah masa perubahan radikal dalam peran aktif Kesultanan Malaka, Samudra Pasai dan Aceh menyiarkan Islam dalam bahasa Melayu, sehingga sifatnya yang meng-India berubah menjadi meng-Arab. Inilah masa bangkitnya Sastra Melayu Klasik yang menghimpun pengalaman, sejarah, hukum dan tradisi sastra lisan. Sejak Portugis menaklukkan Malaka 1511, pusat dakwah itu bergeser ke berbagai daerah di Nusantara.
Melayu Modern ( c1850 – 1957) banyak menyerap kata-kata dari para pejajah Portugis, Belanda dan Inggris. Standardisasi kamus dan tata-bahasa Jawi (Melayu berhuruf Arab) dari dialek daerah dan kodifikasi sastra dilakukan, salah satunya oleh Zainal Abidin bin Ahmad (Zaba). Bahasa Melayu menjadi bahasa kebangsaan Indonesia, Malaysia dan Singapura, sebaik masing-masing mencapai kemerdekaan.
Melayu Kontemporer (sesudah 1957), Malaysia, Indonesia dan Brunei yang memakai bahasa Melayu sebagai bahasa nasional, berupaya menyatukan perbedaan versi, antara lain dalam ejaan, logat dan gaya bahasa. Banyak trial and error dan terganggu oleh masa konfrontasi Indonesia-Malaysia, tapi berhasil mempersatukan ejaan tahun 1972. Upaya film “Ipin dan Upin” masa kini, yang perlu diterjemahkan dalam tulisan bahasa Indonesia (????) mungkin termasuk promosi logat Malaysia yang agak ketinggalan dibanding Bahasa Indonesia.
Angka tahun 682 – 1500 untuk pemakaian bahasa Melayu Kuno berhuruf Kawi dipatokkan pada penemuan prasasti Kedukan Bukit bertahun 682 M yang terkenal, dalam penelitian Kerajaan Sriwijaya. Dari prasasti Sriwijaya ini, terlihat bahasa Melayu Kuno memakai unsur bahasa Sansekerta, tetapi itu gaya bahasa raja-raja. Bahasa Melayu tumbuh egaliter tanpa perbedaan kelas terutama karena pengaruh Islam. Dengan kekuatan itu, Bahasa Melayu mengungguli bahasa-bahasa daerah lainnya di Nusantara, bahkan mampu menyatukan bahasa Asia Tenggara pada jaman itu.
Membayangkan luas pemakaian bahasa Melayu Kuno, lihatlah peta perdagangan maritim masa kerajaan Sriwijaya. Dari kerajaan kuno Peurlak muncul Samudra-Pasai. Damasraya adalah kerajaan Minangkabau. Medang Kahuripan dihidupkan kembali oleh Airlangga. Lihat pula kerajaan Champa yang hingga kini sisa pribuminya berbahasa Melayu. Malaka mungkin masih kampung, yang muncul adalah Kadaram (Kedah). Kerajaan Langkasuka adalah kerajaan Melayu Hindu, meliputi separuh Tanah Semenanjung, yang sama kuat dengan Sriwijaya yang menganut Budha.
Bahasa Melayu pada prasasti peninggalan Sriwijaya
1. Swasti, sri. Sakawarsatita 604 ekadasi su-
2. klapaksa wulan Waisakha Dapunta Hyang naik di
3. samwau mangalap siddhayatra. Di saptami suklapaksa
4. wulan Jyestha Dapunta Hyang marlapas dari Minanga
5. tamwan mamawa yg wala dua laksa dangan kosa
6. dua ratus cara di samwau, dangan jalan sariwu
7. telu ratus sapulu dua wanyaknya, datang di Mukha Upang
8. sukhacitta. Di pancami suklapaksa wulan Asada
9. laghu mudita datang marwuat wanua …..
10. Sriwijaya jayasiddhayatra subhiksa
Terjemahan dalam bahasa Indonesia modern:
1. Bahagia, sukses. Tahun Saka berlalu 604 hari kesebelas
2. paroterang bulan Waisaka Dapunta Hyang naik di
3. perahu melakukan perjalanan. Di hari ketujuh paroterang
4. bulan Jesta Dapunta Hyang berlepas dari Minanga
5. tambahan membawa balatentara dua laksa dengan perbekalan
6. dua ratus koli di perahu, dengan berjalan seribu
7. tiga ratus dua belas banyaknya, datang di Muka Upang
8. sukacita. Di hari kelima paroterang bulan Asada
9. lega gembira datang membuat wanua …..
10. Perjalanan jaya Sriwijaya berlangsung sempurna
No comments:
Post a Comment